Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling digemari di
dunia ini, bahkan menjadi salah satu industri paling menjanjikan di
dataran Eropa. Indonesia juga termasuk negara yang memiliki peminat akan
sepakbola yang cukup besar. Namun sangat disayangkan tingginya animo
masyarakat tidak dibarengi dengan adanya kualitas sepakbola yang mumpuni
baik dari klub profesional di Indonesia maupun tim nasional.
Indonesia memang lebih terkenal di dunia olahraga akan kekuatannya di
cabang bulu tangkis. Tetapi prestasi di cabang sepakbola pada masa lalu
juga tidak dapat dikatakan buruk. Pada masa itu tim merah-putih mampu
menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan, meskipun di level Asia
Tenggara.
Tapi lihatlah prestasi tim nasional Indonesia pada masa sekarang.
Kekalahan demi kekalahan seakan lekat dengan image tim nasional. Lebih
parah bahkan ada beberapa masyarakat Indonesia sendiri yang pesimis dan
bahkan berkata bahwa Indonesia akan mengalami kekalahan memalukan
apabila bertemu dengan tim-tim favorit.
Ada beberapa faktor yang (mungkin) menjadi penyebab kemunduran Indonesia
dalam cabang sepakbola. Berikut adalah beberapa diantaranya.
1. Sepakbola Kurang Bisa Menjamin Masa Depan
Hanif Sjahbandi, pemain muda Indonesia saat di Manchester United Soccer School tahun 2010 silam.
Sumberdaya yang cukup merupakan salah satu faktor yang dimiliki untuk
mendapatkan sebuah skuad yang kompetitif. Hal ini yang dirasa agak
kurang di Indonesia. Di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia
mulai sadar akan pentingnya pembinaan usia muda, di Indonesia sendiri
hal ini masih 'terabaikan'.
Belum lagi faktor orang tua si (calon) pemain yang menganggap sepakbola
tidak dapat menjamin masa depan sang anak. Kebanyakan dari mereka hanya
menganggap sepakbola sebagai sebuah 'permainan' yang lebih kepada
penyaluran hobi, bukan sebagai bakat yang bisa diasah untuk mencari
nafkah. Hal ini (mungkin) karena kehidupan glamor pada pesepakbola lokal
kurang terlalu di ekspos bila dibandingkan dengan pekerjaan lain
seperti artis maupun pekerja kantoran.
2. Para Pemain 'Menghancurkan' Diri Mereka Sendiri
Wayne Rooney
Selain karena faktor sulit mendapatkan izin dari orang tua para (calon)
pemain, faktor lainnya yang menghambat untuk mendapatkan pemain
berkualitas ialah karena kebanyakan (calon) pemain itu malah
'menghancurkan' diri mereka sendiri sebelum mereka menjadi pemain
profesional.
Kebiasaan merokok misalnya, apabila dilakukan ketika sudah menjadi
pemain profesional rasanya tidak begitu berpengaruh karena tubuh mereka
telah terbiasa menjalani kehidupan sebagai seorang atlet. Namun apabila
pada level junior mereka sudah mulai mencoba merokok, apalagi sampai ke
taraf kecanduan maka akan menghambat pertumbuhan mereka yang masih dalam
tahap pertumbuhan untuk mendapatkan tubuh yang ideal sebagai seorang
atlet.
Ambil contoh mega-bintang Inggris ; David Beckham yang semasa mudanya
sangat menjaga diri dan hanya fokus dalam berlatih sepakbola
dibandingkan menghabiskan waktu bersenang-senang seperti remaja
seusianya.
3. Minim Sosok Idola
Tidak seperti cabang bulu tangkis yang mana Indonesia memiliki sosok
idola yang dikenal secara internasional pada diri seorang Taufik
Hidayat, cabang sepakbola Indonesia belum lah memiliki sosok idola yang
bisa memacu para penontonnya untuk ambil bagian dalam kegiatan
sepakbola. Coba lihat di beberapa negara besar yang memiliki legenda di
cabang sepakbola, rata-rata para pemain yang sedang terkenal sekarang
berawal dari para anak-anak yang terinspirasi dari sosok sang legenda
itu sendiri.
Bambang Pamunkas bisa dibilang sebagai salah satu contoh pemain
Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai idola, namun dengan umur yang
kian uzur dan minimnya pemberitaan dikala masa jayanya membuat sinar
kebintangan BP kurang bisa 'membujuk' masyarakat untuk mencintai
sepakbola. Namun untuk masa sekarang harapan untuk mengajak generasi
muda untuk menggeluti dunia sepakbola tampaknya ada di pundak seorang
Andik Vermansyah, bintang muda Indonesia yang namanya tengah naik daun.
4. Transfer Pemain (Tidak) Kompetitif
Abaikan dulu dualisme yang sedang terjadi di kubu PSSI. Sekarang kalau
melihat dari sisi transfer pemain kebijakan yang terjadi di Liga
Indonesia bisa dibilang kurang mendukung pengembangan pemain muda.
Kenapa demikian?
Bagi yang belum megetahui sistem perpindahan pemain di Indonesia berbeda
dengan sistem yang berlaku di Eropa. Kalau di Eropa kita melihat
klub-klub rela menggelontorkan dana hingga berjuta-juta untuk mengikat
seorang pemain untuk kontrak jangka panjang, maka di Indonesia para
pemain (hampir) bebas menentukan ia akan bermain dimana dan tidak ada
yang namanya kontrak jangka panjang karena mereka memang hanya direkrut
untuk satu musim kompetisi.
Hal ini dirasa akan menghambat perkembangan pemain muda. Mereka jadi
'kurang' terbiasa dengan atmosfir persaingan untuk memperebutkan posisi
reguler di tim karena mereka dapat saja pindah ke klub lain di musim
berikutnya. Kurangnya persaingan sehat ini juga dapat menyebabkan
perkembangan si pemain menjadi tidak maksimal. Dampak lainnya ialah sang
pemain tidak memiliki gaya bermain yang benar-benar khas, hal ini dapat
disebabkan karena ia harus bisa segera beradaptasi dengan pola
permainan dan rekan-rekan yang hampir setiap musim berbeda dengan musim
sebelumnya.
5. Program Usia Muda Yang Kurang Tertata Baik dan Terekspos
Sekolah Sepak Bola (SBB) Putra Muara Cunda dari Aceh sebagai wakil Indonesia di U-12 Danone Nations Cup 2012
Pembinaan usia muda menjadi salah satu elemen penting yang dibutuhkan
untuk mendapatkan skuad yang mumpuni. Namun di Indonesia program usia
muda ini lagi-lagi (terkadang) di salah tafsirkan sebagai tempat
penyaluran hobi daripada tempat untuk menempa seorang anak menjadi
pemain profesional. Sesungguhnya apabila dilihat dari level junior,
Indonesia memiliki banyak pemain berbakat. Sebut saja tim Milan Camp
Indonesia yang tahun lalu sukses menjadi kampiun dengan mengalahkan tim
muda AC Milan di partai final.
Namun karena minimnya pemberitahuan di media tentang adanya Sekolah
Sepak Bola (SSB) dan segala macam prestasinya membuat bakat-bakat yang
seharusnya terjaring menjadi tidak terjaring. Bandingkan dengan
kompetisi di Spanyol yang memasukkan tim muda ke dalam kompetisi
sebenarnya (meski berada jauh di bawah level La Liga) dan program Liga
Primavera di Italia yang khusus diikuti tim remaja.
sumber:aneh unik
Tuesday, 24 July 2012
Sulitnya Menjadikan Sepak Bola Indonesia Go Internasional
12:43
Unknown