Saturday, 7 July 2012

PEMANFAATAN NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)


SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI
Sampai saat ini penanganan OPT masih tergantung pada insektisida Kimiawi semata, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, ekonomis dan ekologis. Teknologi pengendalian OPT yang didasarkan atas konsep pengendalian hama terpadu masih belum merata, sehingga belum dapat diterapkan sepenuhnya.
Dalam menangani OPT penggunaan insektisida kimiawi bukan satu-satunya cara yang dianjurkan, namun ada cara lain yaitu dengan memanfaatkan musuh alami, salah satu cara yang dikembangkan yaitu dengan memanfaatkan pathogen serangga terutama golongan virus.



Ada enam kelompok virus serangga yaitu baculovirus, cytoplasmic-polyhedrosis virus, entomopoxvirus, iridovirus, densovirus danvirus yang memiliki RNA kecil. (Payne dan Kelly, 1981). Diantara virus-virus tersebut yang telah direkomendasikan dan dikembangkan dewasa ini yaitu dari Kelompok Baculovirus sub kelompok NPV (Nuclear Polihedrosis Virus). NPV banyak diketemukan pada permukaan tanaman dan tanah , infeksi ke serangga inang melalui saluran pencernaan. Beberapa NPV yang telah dikembangkan diantaranya yaitu :
Sl-NPV (Spodoptera Litua-NPV) untuk mengendalikan ulat Grayak pada tanaman Palawija,
Se-NPV (Spodoptera exigua-NPV) untuk mengendalikan ulat tanaman bawang,
Ha-NPV (Helicoperve armigera-NPV) untuk mengendalikan ulat penggerek buah palawija.
Ms-NPV (Mymthimna separata –NPV) untuk mengendalikan ulat grayak tanaman Padi.
NPV bersifat spesifik inang. Meskipun memiliki potensi yang cukup tinggi, keberadaaannya dilapangan secara alamiah dan teknologi pemanfaatannya telah diketahui namun dalam hal ini masih belum dimanfaatkan secara luas dan maksimal.
DISKRIPSI.
Virus ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat didalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hypodermis dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 –15 um dan mengandung partikel virus (virion).
Virion berbentuk batang, berukuran 40 – 70 nm x 250 – 400 nm dan mengandung molekul deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada dan Kaya, 1993). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
PROSES DAN GEJALA INVEKSI
Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama pakan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9.0-10,5) selubung polihedra larut sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh, Larva tampak berminyak dan berwarna pucat kemerahan, terutama pada bagian perut. Kemampuan larva makan menjadi berkurang sehingga pertumbuhan melambat, larva cenderung merayap ke puncak tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantungdengan kaki semu pada bagian tanaman. Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan desintegrasi sehingga sangat rapuh. Apabila terkena tusukan, intgumen menjadi robek dan dari dalam tubuh keluar hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Larva muda mati dalam 2 hari sedangkan larva tua dalam 4 – 9 hari setelah polihedra tertelan ( Ignoffo dan Couch, 1981).
Ciri-ciri ulat mati terkena virus :
Untuk membedakan antara ulat terkena virus dengan pestisida di lapang dapat dilihat cirri-ciri dan perbedaan yang ditimbulkan yaitu:
Matinya ulat terkena virus cenderung memanjang (mengembang) atau tidak mengkeret sedangkan apabila terkena pestisida cenderung mengkeret .
Larva yang mati terkena virus apabila dipijit atau ditusuk akan mudah robek dan mengeluarkan lendir seperti nanah yang berbau busuk sekali, sdangkan ulat yang terkena pestisida tidak berbau busuk.
POTENSI DAN KENDALA.
Sebagai agens pengendali OPT secara hayati, NPV memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
· Memiliki inang spesifik dalam kelompok genus atau familia yang sama.
· Tidak mempengaruhi parasitoid dan predator dan tidak membahayakan serangga bukan sasaran, manusia dan lingkungan.
· Dapat mengatasi masalah kereistensian OPT terhadap insektisida kimiawi
· Kompatibel dengan insektisida kimiawi lainnya. ( Maddox, 1975; Starnes et.al, 1993)
Disamping sifat menguntungkan , NPV juga memiliki sifat merugikan antara lai :
Peka terhadap sinar matahari
NPV memiliki daya bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisida
Dipengaruhi oleh keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan pengaruh bahan kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).
TEKNIK PRODUKSI
Teknik produksi NPV yang dikemukakan disini yaitu teknik perbanayakan dengan menggunakan serangga inang. Dalam produksi NPV perlu dilakukan dalam ruang terpisah antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya ( pemeliharaan, penyimpanan, perbanyakan dll) sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Ada tiga tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan NPV yaitu : a) Pembiakan masal serangga inang b) Inokulasi dan Panen Larva Mati c) Pemformulasian NPV.
Pembiakan Masal serangga inang.
Pembiakan masal serangga inang selain ditujukan untuk penelitian juga untuk memproduksi polihedra. Berikut ini dikemukakan teknik pembiakan masal ulat grayak dengan pakan alami. :
Larva hasil pembiakan di laboratorium atau hasil koleksi dari lapang dipelihara dalam kotak pemeliharaan (Box plastik yang diberi ventilasi) dan diberi pakan alami sesuai inangnya yaitu Spodoptera litura dengan menggunakan daun Kedelai, Daun Talas, Daun Daun Ketela Rambat dll, Spodoptera exigua dengan daun bawang, Heliotis armigera dengan jagung muda hingga menjelang pra pupa. Selama instar I dan II pakan sebaiknya berupa dedaunan yang mengandung zat cair yang banyak dan lebar, karena untuk mempermudah pemeliharaan larva dan setelah larva instar III dan VI pemeliharaan dilakukan secara intensif untuk menjaga ketersediaan makanan bagi larva. Pemberian makanan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan malam hingga membentuk pupa. Untuk menjaga kebersihan kandang maka pembersihan kandang dilakukan setiap hari dari sisa-sisa makanan. Setelah menjelang pra pupa ulat dipindahkan ke dalam wadah baru (kotak pemeliharaan atau tanaman yang ikerudung kain kasa) yang telah diisi dengan campuran serbuk gergaji dan tanah untuk berkepompong setelah menjadi pupa dalam wadah/kandang dimasukan tanaman perangkap (kedelai/Kacang tunggak dalam pot) sebagai peletakan telur imago Spodoptera litura. Sebagai pakan imago digunakan larutan madu 10 %. Dan setelah bertelur dilakukan pengumpulan kelompok telur setiap harinya dan dimasukan dalam wadah yang telah dipersiapkan untuk penetasan kelompok telur. Untuk imago Spodoptera exigua pada pinggira box plastik diberi lapisan kertas untuk peletakan telur. ( Proses pembiakan Masal Lab. PHPT Surakarta).
Inokulasi dan Panen Larva Mati.
Larva instar IV – V yang akan dijadikan media perbanyakan virus dimasukan dalam box plastik ukuran 30 x 20 x 8 cm yang bagian atasnya diberi ventilasi. Masing-masing 50 – 100 ekor (disesuaikan dengan kepadatan ulat dalam box). Sebagai NPV awal bisa digunakan NPV yang dipunyai dengan cara melarutkan 1 sendok (10 gram) NPV kedalam 1 liter air atau bisa menggunakan ulat yang terinfeksi NPV 40 ekor / 1 liter air. Kemudian daun yang akan dijadikan pakan larva tersebut dicelupkan dalam larutan tersebut atau diolesi secara merata dengan larutan virus tersebut. Setelah dikering anginkan daun tersebut digunakan sebagai pakan larva yang telah disiapkan dalam Box. Biarkan pakan tersebut sehari semalam dan besoknya daun diganti/ditambahkan pakan baru. Larva yang ada dipelihara sampai semuanya mati. Agar larva yang terinfeksi dapat diambil /dipanen dengan baik sebaiknya pemanenan dilakukan sebelum larva mati atau baru mati karena apabila telah lanjut ulat mati akan pecah.
Formulasi NPV.
NPV diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mempertahankan patogenitasnya. Pemformulasian NPV dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Ulat Grayak yang terinfeksi dikumpulkan kedalam kantong larva (disimpan di lemari es) kemudian digerus dan ditambah 2 ml air / larva.
Hasil gerusan kemudian disaring dengan kain halus diatas erlemeyer, penyaringan dilakukan 3 kali sehingga diperoleh NPV-1.
Larutan NPV-1 dimasukan kedalam sentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 3500 putaran per menit atau dikocok dengan erlemeyer, yang kemudian dihasilkan larutan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu air, lemak dan endapan pellet.
Endapan pellet diambil lalu ditambahkan aquades dengan perbandinagn 1 : 9 dalam erlemeyer atau tabung reaksi diperoleh NPV-2.
Larutan NPV-2 dimasukan dalam cawan kemudian ditambahkan bubuk kaolin/laktosum (100 gram/1500 ulat grayak kedelai atau 3000 ekor ulat bawang). Secara bertahap, sesendok-sesendok hingga membentuk pasta.
Pasta kemudian dimasukan dalam nampan plastik diangin-anginkan (dikeringanginkan) 2 – 5 hari, setelah kering diambila dan digerus sampai membentuk tepung, lalu dimasukan dalam kantong plastik (wadah) dan siap diaplikasi.
Jika disimpan sebaiknya dimasukan dalam lemari pendingin.
Produksi NPV Secara Praktis ;
Petani (kelompok Tani) dapat membuat NPV secara praktis. Untuk itu petani perlu diinformasikan dosis efektif terhadap OPT sasaran dan banyaknya polihedra yang terkandung dalam tubuh larva. Sebagai contoh dosis efektif terhadap ulat grayak adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha (tanpa bahan formulasi), dan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfeksi NPV mengandung 8 x 109 PIBs (4 x 109 – 2 x 1010 PIBs). Berdasarkan informasi tersebut, banyaknya larva mati terinfeksi NPV yang dibutuhkan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 1 ha sebanyak (1,5 x 1012 PIBs/ha) / (8 x 109 PIBs/ekor) = 187,5 ekor atau + 200 ekor.
Larva dikoleksi dan dipelihara sebagaimana halnya dengan pembiakan masal ulat grayak, tetapi dengan pakan alami. Larva (generasi berikutnya) berumur seminggu sebanyak 200 – 300 ekor diberi pakan alami yang telah diolesi dengan suspensi polihedra kasar. Suspensi dibuat dengan cara melumatkan seekor larva instar VI yang mati terinfeksi NPV kemudian dicampur dengan 10 ml air. Larva dipelihara sampai mati, sebanyak 200 ekor larva instar VI mati terinfeksi NPV dikumpulkan kemudian dilumatkan dengan menambahkan 0,5 liter air dan selanjutnya disaring dengan kain halus. Pelumatan dan penyaringan diulang 4 kali hingga diperoleh polihedra kasar sebanyak 2 liter. Saat akan digunakan suspensi polihedra kasar ini diencerkan dengan menambah air sehingga diperoleh suspensi cair sebanyak 400 – 500 liter yang cukup untuk diaplikasikan ke tanaman kedelai seluas 1 ha. Agar aktivitas NPV dapat dipertahankan stabil, sebaiknya hasil pemrosesan disimpan dalam lemari es.
TEKNIK APLIKASI
NPV diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot yang umum dgunakan untuk mengaplikasikan insektisida kimiawi. Hasil terbaik dicapai bila NPV diaplikasikan selama awal stadium perkembangan serangga, alasannya larva instar awal lebih mudah dikendalikan dengan NPV daripada instar akhir.
Agar efektif dosis, frekuensi, Waktu, dan cara aplikasi harus tepat, Dosis aplikasi yang digunakan sebagnyak 1000 g / ha (setara dengan 1,5 x 1012 PIBs/ha). Apabilakepdatan populasi OPT sasaran relatif tinggi, aplikasi sebaiknya diulang 1 – 2 minggu kemudian. Dasarnya, karena NPV mengalami umur paruh yang relatif singkat. Yaitu 2 hari setelah aplikasi dan menjadi inaktif 14 hari setelah aplikasi (Ignoffo dan Couch,1981)
Sinar Matahari mempengaruhi NPV, Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan 1) Aplikasi harus dilakukan sore hari atau senja hari agar polihedra segera tertelan oleh larva pada malam hari. Aplikasi pada pagi hari atau siang hari akan merusak polihedra sebelum tertelan oleh larva. 2) Aplikasi sebaiknya diarahkan ke bagian bawah permukaan daun agar persistensi polihedra berlangsung lebih lama. NPV yang diaplikasikan ke bagian atas permukaan daun menurun aktivitasnya hingga 50 % . (Okada, 1977)
PENUTUP.
NPV merupakan salah satu agensia pengendali hayati pada beberapa jenis serangga berstatus OPT, khususnya ulat grayak. Patogen ini memiliki potensi yang cukup tinggi, mudah diperbanyak dengan biaya yang murah dan mudah diaplikasikan seperti pestisida kimiawi dan terbukti efektif, sehingga memberikan peluang untuk diproduksi dalam skala industri dimasa mendatang yang diharapkan dapat menggantikan peranan insektisida kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA.
  • Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan Implementasinya di Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan OPT dan Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 - 5 Agustus 1997.
  • Arifin, M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati Ulat Grayak Pda Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan Agens Hayati
  • Santoso T, 1992, Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
  • Sismiharjo H, 1996, Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan Tanaman, Jakarta.
Perbanyakan dan Standarisasi.
Perbanyakan NPV dilakukan dengan mencelup pakan kedalam larutan NPV dikeringanginkan dan dimasukan dalam wadah plastik, selanjutnya larva instar VI dimasukan dalam wadah yang telah diberi pakan celupan NPV Setelah periode inkubasi 10 hari, larva umumnya akan mati. Larva mati atau menjelang mati dikumpulkan kemudian diekstrasi dengan menggunakan kaun penyaring 100 mesh. Suspensi polihedra kasar dimurnikan dengan menggunakan sentrifuse berkedepatan 3500 putaran / menit selama 30 menit, endapan yang dihasilkan dari beberapa pemurnian kemudian disimpan dalam lemari es.
Konsentrasi polihedra stok distandarisasi dengan menggunakan haemacytometer melalui penghitungan banyaknya PIBs/ml. Dari hasil perhitungan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfdeksi NPV mengandung 8 x 109 (4 x 109 – 2 x 1010) partikel polihedra.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More